Rabu, 05 November 2008

Headline News Radar Bute

Aktivitas PT Jamika Raya Lumpuh

Wabup Salahkan

Pihak Perusahaan

Muarabungo-Sehari setelah aksi unjuk rasa yang berakhir anarkis, aktivitas di kantor PT Jamika Raya, Dusun Lubuk Mengkuang, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang kemarin (5/11) masih lumpuh. Tak hanya di pabrik, aktivitas administrasi di kantor perkebunan juga belum berjalan.

Pantauan Radar But

e di perusahaan Incasi Raya Group yang berjarak 50 KM dari pusat ibukota Kabupaten Bungo sekitar pukul 10.30 WIB kemarin, beberapa orang karyawan tampak sudah masuk kerja. Mereka membersihkan puing-puing kaca yang berserakan karena lemparan batu.

Sebagian lagi, terlihat sedang memperbaiki beberapa peralatan yang ikut dirusak massa. Seperti timbangan yang selama ini berfungsi untuk menimbang setiap TBS Sawit yang masuk. Begitu pun kursi, meja, ATK dan arsip-arsip yang sebelum berserakan sudah dirapikan.

Beberapa monitor komputer yang ikut pecah kena lemparan batu, tampak dibiarkan diatas meja. Begitupun dengan multiplex pembatas ruangan yang ikut jebol masih dibiarkan rusak. Pengamanan khusus dari pihak kepolisian juga tak terlihat, hanya ada satu atau dua orang. Yang lebih dominan adalah Satpam perusahaan PT Jamika Raya.

Memang di kantor yang berukuran sekitar 10x50 meter ini, separo untuk aktivitas administrasi pabrik dan separo lagi untuk kebun. “Belum bisa ditaksir berapa seluruhnya kerugian yang kita alami, kita masih ngitung, mungkin dua atau tiga hari sudah bisa kita ketahui,” kata Kepala TU Perkebunan PT Jamika Raya, Taufik kepada Radar Bute kemarin.

Dari belasan karyawan yang sudah masuk kerja kemarin, tidak terlihat satupun dari unsur pimpinan. Menurut Taufik, pagi kemarin seluruhnya dipanggil oleh pihak Direksi untuk mengikuti rapat di Padang guna untuk membahas langkah-langkah yang akan diambil pasca aksi demo ini. Mengingat pusat PT Jamika Raya ini berkedudukan di Padang. Hanya saja, dia tidak bisa menjelaskan secara rinci apa saja agenda yang akan dibicarakan.

Taufik tidak menampik kalau aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh petani dipicu oleh rendahnya harga TBS sawit yang diberlakukan oleh perusahaan. Memang katanya, sesuai dengan ketetapan pemerintah harga TBS Rp 892 per kilogram. Dan perusahaan membelinya dengan petani Rp 675 per kilogram. “Dari Rp 675 ini, kita beri lagi subsidi transportasi kepada petani Rp 40 per kilogram. Jadi artinya kita beli per kilo Rp 715,” katanya.

Kenapa perusahaan tidak membeli dengan harga sesuai dengan putusan pemerintah? Kata Taufik, lebih rinci dia tidak bisa memberi penjelasan, dan dia meminta pada Radar Bute menunggu pimpinan kembali dari Padang. Tapi yang jelas katanya, dengan harga TBS di pasaran saat ini, perusahaan tidak memiliki kesanggupan untuk itu.

Seorang staf pabrik PT Jamika Raya juga menyebutkan demikian. Dengan harga TBS yang berlaku saat ini, memang secara logikanya membeli dengan harga itu perusahaan rugi. “Kita disinikan hanya ikut saja, kalau instruksi beli sekian, kita beli. Kalau tidak, tidak, yang menentukan direksi,” ujarnya.

Mengenai kemungkinan pihak perusahaan membeli TBS sesuai dengan berita acara yang disepakati dengan pihak petani Rp 892 per kilogram, katanya masih menunggu hasil rapat di Padang. Tapi yang jelas kemarin, tidak terlihat ada kendaraan yang mengangkut sawit masuk ke pabrik PT Jamika Raya. “Kalau sawit dari inti, kita arahkan ke Mega Sawindo, itu kan group kita juga,” ujar staf tersebut.

Menurut Taufik, dalam persoalan ini pihak perusahaan telah memberi kebebasan pada setiap petani untuk menjual kemana saja sawit miliknya. Sama sekali tidak ada paksaan harus menjual ke PT Jamika Raya. “Silakan, tidak ada paksaan. Malah kita buat pengumuman, kalau di tempat lain harganya mahal, silakan jual di sana,” paparnya.

Sementara itu, salah seorang juru bicara warga (petani) Muchtar J dengan tegas meminta agar perusahaan mematuhi dan melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan dengan warga. “Kalau perusahaan tidak membeli dengan harga itu, berarti perusahaan telah melecehkan petani, telah melecehkan pemerintah,” tegas Muchtar.

Sebab katanya, dalam penetapan harga tim melibatkan semua perusahaan. Jika perusahaan tidak sanggup dengan apa yang ditetapkan oleh tim itu, kenapa waktu penetapan harga tidak membantahnya. “Kalau kesepakatan penetapan harga ini tidak dipatuhi, untuk apo ditetapkan. Inikan namanya pelecehan terhadap pemerintah,” katanya.

Memang kata Muchtar yang juga anggota DPRD Kabupaten Bungo ini, pihak perusahaan PT Jamika Raya memberi kebebasan pada petani untuk menjual TBS ke pabrik dengan harga yang lebih tinggi. Namun kata Muchtar, petani tidak mau. Sesuai dengan memorandum of understanding (MoU) waktu pendirian perusahaan dulu katanya, salah satu isinya perusahaan akan membeli TBS dari petani dengan harga standar. “Tapi sekarang kenapa tidak membeli dengan harga standar, inikan ingkar namanya,”

Jika perusahaan beralasan rugi membeli Rp 892 per kilogram, dengan kondisi saat ini boleh jadi iya. Namun selama ini perusahaan sama sekali tidak rugi, untung terus. Apa salahnya, dengan kondisi petani saat ini, perusahaan membantu petani. Lagi pula, yang dituntut petani itu tidak berlebihan, hanya menuntut harga sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Konsekwensi kalau perusahaan tidak menepati janjinya, perusahaan kata Muchtar harus angkat kaki dan tinggalkan lahan inti. “Warga tetap akan bergejolak jika perusahaan tidak menepatinya janjinya. Jumlahnya bisa lebih besar lagi,” ujarnya.

Wakil Bupati Bungo H Sudirman Zaini sangat menyayangkan terjadinya bentrok pada aksi unjuk rasa itu. Dalam masalah ini, Sudirman menuding pihak perusahaan tidak bertanggungjawab atas permasalahan untuk menyelesaikan secara baik antara warga dan perusahaan.

Padahal, sebelumnya pemerintah telah mempertemukan antara warga dan perusahaan untuk berunding secara terbuka tentang harga TBS yang telah ditentukan provinsi. Akan tetapi dalam pertemuan itu, tidak ada titik temu yang kemudian pemerintah meminta masyarakat yang mewakili KUD dan perusahaan untuk duduk bersama. “Kita telah memberikan kesempatan kepada perusahaan dan warga untuk menyelesaikan ini secara baik, akan tetapi kenapa malah bentrok yang terjadi,” kata Sudirman.

Dalam masalah ini, mantan Kadis Nakertrans Kabupaten Serang ini tidak menyalahkan masyarakat. Katanya, perusahaanlah yang harus bertanggungjawab atas bentrokkan ini. “Untuk itu kita akan bersama masyarakat menuntut pihak perusahaan agar memberlakukan harga TBS sesuai dengan harga provinsi. Pihak perusahaan harus komitmen dengan aturan itu,” jelasnya.

Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bungo Zainuddin Bakhri mengatakan demo yang berakhir anarkis itu disebabkan karena ulah dari perusahaan itu sendiri, yang tidak mau diajak berunding secara baik. “Jadi kita tidak menyalahkan masyarakat, perusahaanlah yang bersalah atas insiden ini. Apalagi sebelumnya pemerintah telah menfasilitasi antara perusahaan dengan masyarakat yang tergabung dalam KUD. Akan tetapi perusahaan masih berkeras untuk tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah, jadi perusahaanlah yang bersalah dalam hal ini,” kata Zainudin.

Kedepan kata politisi gaek Partai Golkar ini, perusahaan harus mengikuti sesuai dengan apa yang telah menjadi ketetapan pemerintah Provinsi Jambi, “apalagi mereka berada di wilayah Jambi dan harus mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah,” ujarnya. (zie/sam)